“Masalahnya gawat! Gue, nggak sengaja nginjek kacamata nyokap gue, sementara kacamata itu adalah ‘nyawa kedua’ nyokap gue.”
Kriing… kriing… telpon berdering, Tono yang saat itu sedang sibuk mencari stik drumnya, terpaksa berhenti untuk mengangkat telpon. “Mama, kemana sih?” gerutu Tono.
“Hallo? Mau cari siapa?” tanya Tono.
“Eh, gue Erik! Ton, jam 10 kita latihan, gue sudah boking studionya, lo jangan telat! On-time!”
“Beres deh! Lo tungguin gue aja, Rik!”
Tut… tut… telpon diputus Erik, tanpa kata-kata penutup.
Tono kembali berburu stik drumnya yang tak kunjung nongol–nongol, di kamarnya yang sudah kayak kapal pecah. Setiap sudut, setiap tempat, tidak lepas dari incaran matanya, namun pencariannya tidak membuahkan hasil.
“Duh, ko bisa lupa naruhnya sih!” Gerutu Tono sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak berkutu dan berketombe.
Tono beralih tempat ke ruang tamu, membuka laci-laci, dan lemari, tapi hasilnya tetap nihil. Tiba-tiba sesuatu disenggol Tono, hingga benda itu pun terjatuh. “Kreekk.” Tono menginjak benda itu, lalu diangkatlah kaki kanannya. “Duh gawat, ini kan kacamata Mama!”
Tono mendadak uring-uringan, seraya menatap gelisah jam dinding yang telah menunjukkan pukul 9.45. Tono segera memungut pecahan lensa kacamata itu, lalu dibungkusnya rapih dengan selembar koran bekas yang telah dirobek jadi empat, dan memasukkan benda itu ke dalam tas ranselnya. Tono agak tenang, karena saat itu Ibunya belum pulang dari pasar.
Tono tidak lagi mikirin stik drumnya, dan langsung beranjak meninggalkan rumahnya. “Nis, Mas pergi! Kalau Ibu nanya, bilang Mas pergi latihan!”
“Iya, Mas.” Balas Nisa, adik Tono yang masih duduk di kelas 2 SMP.
* * *
Raka, Adi, Ian, dan Erik, yang tergabung dalam S2TB band alias “Susah Senang Tanggung Bersama” band, sedang duduk-duduk di depan studio, menunggu Tono datang.
Lima belas menit kemudian Tono datang. “Friends, kayaknya gue enggak konsen kalo sekarang latihan!” Lirih Tono.
“Why?” Tanya Erik vokalis diband itu, dengan raut wajah mendadak kecewa. “Lo ga bisa gitu dong!”
“Friends, pokoknya ini hari gue pengen ngamen.”
“Ngapain, Ton?!” Tanya Ian sang basis dengan kening berkenyit.
“Masalahnya gawat! Gue, nggak sengaja nginjek kacamata nyokap gue, sementara kacamata itu adalah ‘nyawa kedua’ nyokap gue. Mana nyokap gue lagi banyak jahitan.” Keluh Tono.
“Ok deh Ton, kita S2TB !” Ucap Erik sambil menepuk pundak Tono.
“Jadi, lo semua ikutan ngamen?”
“Ok!” sahut yang lain.
“Tapi ini masalah gue, friends! Tar malam kita kan final, mendingan lo semua fokus deh!”
“Udah deh Ton, jangan ngomong macam–macam! Sekarang gini aja, elo sama Erik, gue, sama Ian dan Adi.” Tutur Raka, gitaris rhytm di band itu.
“OK, jam tiga kita kumpul! Di patung yah?” tambah Adi sang gitaris melodi.
“Sip!” gumam Erik sambil mengacungkan jempol kanannya.
* * *
Kini kelima cowok cool, yang masih duduk dibangku kelas 2 SMU itu, sudah ngumpul di patung, tempat biasa bus sebelum ke Merak pada berhenti dulu menanti penumpang dari Serang.
Bus Arimbi jurusan Merak itu, segera dimasuki Tono dan Erik, dan bus itu melaju lebih dulu.
Lima belas menit kemudian bus Primajasa jurusan Merak pun berhenti, Adi, Ian, dan Raka segera memasuki bus itu. Mereka semua pun akhirnya berpisah.
“Selamat pagi menjelang siang, kembali ditemani kami para seniman jalanan, yang akan menghibur anda semua dengan satu tembang manis.” Ucap Tono sebagai kata-kata pembuka.
Tono menjadi vokalis, dan Erik menjadi gitarisnya.
“Maafkan aku
menduakan cintamu
Berat rasa hatiku
meninggalkan dirinya….”
Lagu dari band tanah air, Ungu, berjudul “ demi waktu” berhasil dibawakan kedua anak muda itu.
“OK! Sekian dari kami, mohon partisipasinya, ikhlas bagi anda halal bagi kami!” Ucap Tono menutup siarannya, seraya menariki uang receh-recehan dengan topinya.