Sisi Tentang FPI yang Tidak Diekspos Media
Front Pembela Islam (FPI) sebenarnya sudah lama jadi incaran aliansi musuh Allah SWT yakni kelompok gabungan antara kelompok liberal, kelompok maksiat (prostitusi, perjudian, dan pornografi), kelompok kuffar, dan aparat serta pejabat yang selama ini mendulang uang haram dari perputaran bisnis haram tersebut.
Sejak berdiri pada tahun 1998, FPI memang getol memerangi tempat-tempat maksiat. “Sudah banyak tokoh dan elemen Islam yang menyampaikan amar ma’ruf, maka kami memang mengkhususkan diri pada Nahyi Munkar. Tapi tentu dengan prosedur yang benar secara hukum formal, ” demikian ujar Habib Rizieq.
Keberanian FPI ini dalam menggempur lokasi-lokasi kemaksiatan memang tidak main-main. Rumah-rumah pelacuran, rumah judi, termasuk kantor tempat raja media porno dunia “Playboy”di Jakarta, semua diganyang oleh laskar Islam yang satu ini. Bagi media massa, baik cetak, radio, maupun teve, tindakan FPI tersebut memang merupakan berita yang layak dijadikan tajuk utama. Sayangnya, media-media yang juga banyak disusupi kelompok liberal dan kelompok penyuka kemaksiatan ini yang diekspos adalah kekerasan FPI semata.
Padahal, kekerasan atau penyerbuan yang dilakukan FPI merupakan jalan terakhir yang terpaksa diambil FPI setelah melewati berlapis-lapis prosedur, di antaranya mendesak kepolisian untuk berbuat.
“Media massa hanya mengekspos hal itu, tapi tidak memuat apa yang kami lakukan sebelum itu, ” ujar Habib Rizieq dalam sebuah pertemuan beberapa waktu lalu.
Penyerbuan atau pengrusakkan merupakan langkah terakhir yang diambil FPI setelah melewati tahap-tahap sebelumnya. Habib Rizieq memaparkan, “Jika ada informasi yang menyebutkan di suatu tempat ada lokasi yang tidak beres, maka kami biasanya mengirim intelijen kami yang terdiri dari beberapa orang untuk menggali informasi yang valid. Jika benar itu tempat yang tidak beres, maka ada dua pengelompokkan yang FPI lihat. Jika tempat maksiat itu didukung warga sekitar dalam arti banyak warga sekitar yang mencari nafkah di sana dan menggantungkan hidupnya di sana, maka kami kirim ustadz untuk memberi pencerahan. Ini sisi amar ma’ruf FPI. Kami mendirikan pengajian dan sebagainya.”
“Namun jika tempat maksiat itu ternyata meresahkan warga sekitar, dan banyak yang dilindungi oleh preman terorganisir atau malah ada oknum aparat yang ikut melindungi, maka kami biasanya melayangkan surat pemberitahuan kepada pihak kepolisian agar polisi bisa bersifat pro-aktif. Jika sampai waktu yang kami minta belum ada tindakan apa pun juga dari kepolisian, kami melayangkan surat kembali mendesak agar aparat segera turun tangan. Ini kami lakukan sampai tiga kali. Namun jika aparat ternyata diam terus, tidak menunjukkan itikad baik untuk menyikat kemaksiatan, maka FPI pun segera mengirim surat pemberitahuan bahwa FPI akan mengirim laskarnya ke tempat tersebut untuk membantu tugas kepolisian. Ini semata-mata kami lakukan karena polisi tidak bertindak, ” lanjut Habib.
“Kami membantu tugas kepolisian. Ini patut diberi tekanan. Karena polisi terlalu sibuk sehingga tempat maksiat tersebut tetap berjalan dengan aman dalam meracuni masyarakat, maka laskar kami yang turun. Selain memberi surat kepada polisi, kami pun melayangkan surat pemberitahuan berlapis-lapis kepada pengeloal tempat kemaksiatan itu, dan biasanya mereka membandel karena menganggap polisi saja tidak berani membereskannya, apalagi FPI. Tapi sekali lagi saya tekankan. FPI berjuang untuk menegakkan agama Allah, jadi kami tidak kenal takut terhadap segala kemaksiatan. Mereka yang berada di jalan setan saja berani, masak kami yang berjaung di jalan Allah harus takut?” tegas Habib.
“Sisi inilah yang jarang diekspos media massa sehingga masyarakat banyak tahunya kami ini organisasi anarkis. Padahal kami telah melakukan berlapis-lapis peringatan, bahkan berkoordinasi dengan kepolisian dan sebagainya, ” tambah Habib.
Sebenarnya, media-media massa di negeri ini banyak yang mengetahui hal tersebut. Namun disebabkan mereka memang banyak yang berkepentingan agar FPI bubar, maka yang diberitakan adalah sisi kekerasan dari FPI. Padahal, FPI hanya membantu tugas kepolisian yang terlalu sibuk dengan tugas-tugas rutin seperti “razia” di jalan-jalan dan sebagainya.